Saturday, July 30, 2011

Gedubrak!
"Aaaaah, ahhh!" Dimana catatan itu tanyaku dalam hati. Banyak sekali kertas-kertas berhamburan di meja belajar. Mejaku sendiri sampai tidak kelihatan. Gawat pekikku dalam hati. Padahal tugas itu harus ditumpuk hari ini tapi aku sendiri tidak ingat dimana kutaruh kertas-kertas itu kemarin. Kuacak-acak lagi buku-buku tebal dimeja belajar, berharap aku bisa menemukan kertas-kertas ajaib itu. Walaupun hanya bernilai 10 poin, itu cukup mengubah nilai C menjadi B untuk test minggu depan.

Yiha! Ketemu! Oh akhirnya. Cepat-cepat aku menata meja belajar yang berantakan sebelum aku pergi ke kampus. Aku lihat sepucuk kertas berwana biru diujung meja. Pelan-pelan aku mengambilnya.

Kamu, membuatku tertawa dan menangis
Kamu, seperti mawar merah yang berduri
Kupeluk erat dan kau melawan
Kulepas bebas dan kau menghilang

Berdua tak bahagia
Berpisah tinggalkan luka

Kutopang langkahku, jelang mimpi
Kenangan hanyalah penggalan hidup
Bila waktumu datang,
Kau kan tanyakan dalam hati mengapa lepaskanku.

Aku mendesah, tergesa-gesa aku singkirkan kertas biru itu. Aku terdiam lalu tersenyum dalam hati, bergegas menuju pintu untuk memulai hari yang indah ini.

Tuesday, April 26, 2011

Musim Gugur yang Dingin

................."Halo!"
Hah? Buyar sudah lamunanku, aku juga terkejut karena tiba-tiba ada seseorang berdiri didepanku. Rasanya ingin geram, aku sudah hampir mengucap kata kasar saat aku lihat wajahnya. Jantungku berdegup kencang, bibirku serasa kaku.

"Oh." kataku terbata-bata. "Aku sudah berkali-kali menyapa tapi rupanya kamu sedang merenung atau mungkin sedang melamun?" tanya lelaki asing. "Ah, maaf. Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku.
Rupanya lelaki itu yang umurnya kukira-kira sekitar 23 tahun sedang mencari buku-buku panduan untuk kelas Biologi. Sayang sekali area di perpustakaan sedang diperbaiki dan harus ditutup karena alasan keselamatan. Aku hanya bisa memberi tahu bahwa beberapa buku yang dia cari bisa dibaca lewat Internet. Dia mengangguk dan berkata "Terimakasih" lalu pergi.

Aku tidak pernah melihat dia sebelum hari ini. Yah aku maklum, di universitas ini paling tidak ada sekitar 3000 orang tiap harinya. Tidak mungkin aku kenal dengan semua orang disini. Aku melirik ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 11:15. Yes! 15 menit lagi aku bisa pergi makan siang. Jangan dikira aku pergi ke cafetaria di universitas untuk makan siang. Walaupun menu-menu disana enak dan banyak, aku tak sanggup membayar $4 untuk makan siang yang cuma bisa membuatku kenyang selama 1 jam saja. Sudah 3 hari aku membawa sandwich dari rumah. Walaupun kadang aku merasa bosan, tapi aku ingat bahwa aku bisa berhemat jika tidak membeli makanan dari cafetaria.

Aku berjalan menuju meja yang sudah dikelilingi oleh teman-temanku dari kelas bahasa German. Fiona, si kutu-buku sedang membaca novel dalam bahasa German. Dia suka lupa tempat dan waktu kalau sedang membaca. Mateus, yang berasal dari Peru sedang melahap double cheese burger. Dia selalu berkata bahwa daging sapi di Amerika rasanya lebih lezat daripada di Peru. Aku sih tidak percaya, tapi selalu mengiyakan. Tasanya tidak adil melihat badannya yang masih kurus walaupun hampir tiap hari dia membeli cheese burger. Satu lagi teman yang selalu ada di cafetaria dengan Fiona dan Mateus adalah Lizzy. Aku sendiri tidak begitu kenal dia. Lizzy orangnya cuek, terlalu cuek malah. Kadang aku jadi salah tingkah jika aku harus memulai percakapan dengannya. Untung hari ini dia berkutat dengan telepon genggamnya, jadi aku tidak perlu menyapanya (kamu pasti berpikir aku orang yang tidak tahu sopan santun).

Saturday, September 25, 2010

Ujian siang hari ini tidak berjalan mulus. Andai aku merubah beberapa jawaban, pasti nilaiku berbeda. Arghhhh.....
Aku berjalan dengan gontai. Kulirik Fiona, dia tampak tenang-tenang saja. Aku dengar dia belajar mati-matian untuk ujian hari ini. Mungkin dialah yang mendapat nilai paling tinggi.
Ah, sudah sudah. Aku tak mau berpikir tentang ujian itu. Aku masih harus mengambil ujian untuk kelas lain, lebih baik aku belajar untuk ujian kelas komputer.


Friday, September 24, 2010

Hari kedua musim gugur

Udara hari ini lebih sejuk daripada kemarin.
Pagi-pagi aku cari cardigan hijau untuk kupakai pergi bekerja. Waktu sudah menunjukkan pukul 9:25 dan aku masih dirumah! Tidak! jeritku dalam hati. Dengan tergesa-gesa aku menuruni tangga dan berlari menuju kampus. Untung tempat tinggalku hanya 2 blok jauhnya dari sekolah. Biasanya bisa kutempuh 10 menit dengan berjalan kaki. Hari ini rupanya aku harus lari menuju kampus.
Mungkin aku terlahir untuk jadi orang yang terlambat. Hari ini contohnya, aku bangun 2 jam lebih awal dan aku masih saja terlambat! Untuk orang normal, diriku ini pasti sangat aneh untuk mereka.

Nafasku tersengal-sengal sesampai di perpustakaan. Untungnya hari ini perpustakaan ditutup karena ada perbaikan di ruang belajar, jadi pak Rama tidak akan tahu kalau aku terlambat 5 menit. Tugasku hari ini hanya memastikan buku-buku baru terdaftar di komputer dan menata kembali buku-buku yang sudah dikembalikan oleh mahasiswa-mahasiswa.

Oya, aku jadi ingat, Sophia bertingkah sedikit aneh setelah menyebut nama Ben. Sophia tidak berkata banyak tentang apa yang Ben katakan kepadanya. Aku sendiri tidak berani bertanya banyak. Sophia hanya menyebutkan bahwa Ben adalah teman sekolah semasa SMP. Mungkin lain kali aku tanya tentang Ben kalau Sophia menyebut namanya lagi.

Thursday, September 23, 2010

Hari pertama musim gugur.

"Mia, Mia... Mia......."

Sebulan yang lalu dia berdiri didepan pintu, memanggil namaku. Badannya yang tegap bersandar di bibir pintu. Hanya itu yang kuingat. Andai saja aku memalingkan wajah untuk melihatnya, aku pasti tidak berada disini sekarang.
Entah berapa ribu kilometer sudah aku tempuh. Tak mungkin aku kembali kepadanya dengan tangan hampa.

Lelaki tampan, semoga kau ingat janjiku untuk kembali.

Aih, sudah berapa lama aku termenung? Aku harus cepat-cepat pergi kuliah. Hari ini hari pertama musim gugur, tapi sekolah sudah mulai 1 bulan yang lalu. Aku bersyukur hari ini cuaca masih hangat. Sejak keluar dari pekerjaan yang lama, aku belum bisa membeli baju-baju hangat untuk musim dingin. Sophia, teman kuliah yang kaya sudah memamerkan mantel baru dari ermm.... rdrrrrrr......darimana ya? Entahlah, aku tak tahu pasti. Sophia terlihat cantik sewaktu mengenakan mantel barunya. Rambutnya pirang keemasan, begitu kontras dengan hitam kulit mantel musim dinginnya.
Oh, Sophia adalah teman disalah satu kelasku. Dia yang pertama kali menyapaku ketika aku tiba di kelas bahasa Jerman. Kenapa aku mengambil kelas bahasa Jerman? Aku sendiri tidak tahu. Awalnya hanya iseng, tapi Sophia berkata aku bukan pemalas ataupun pengecut, dan wanita sejati tidak akan menyerah. Mungkin dia tidak tahu, sejak mengambil kelas bahasa Jerman aku harus menambah jam kerjaku untuk membayar kekurangan uang sekolah.

Jadwal kita berbeda, namun Sophia selalu memastikan kita bertemu setiap Rabu siang di warung kopi dekat kampus untuk bercakap-cakap. Sophia adalah orang yang tepat waktu, sedangkan aku tidak. Kadang Sophia cemberut jika aku datang terlambat 2 menit.

Seperti biasa, aku lihat Sophia sudah mengambil tempat di meja nomor 8. Katanya nomor 8 adalah nomor keberuntungannya, jadi dimana-mana dia pasti minta meja nomor 8.
Kulihat jam tanganku, aku 1 menit lebih awal!

"Sophia, aku datang 1 menit lebih awal!"
"Ya, jalanmu lambat sekali." kata Sophia. "Kalau saja kamu lari dari ujung jalan, kita pasti sudah memesan minum 3 menit yang lalu."
Aku lihat ujung bibirnya naik. Hah, dia pikir dia bisa menakut-nakutiku?
"Aku hanya ingin air es." kataku.
"Itu saja?" "Baiklah, aku pesan satu gelas frappuccino. Ternyata temanku hari ini sedang pelit."
"hey.... tidak adil. Aku harus menabung untuk beli baju musing dingin..." semburku.

"Mia. Aku bertemu Ben."

Oh.... huh? "Sophia,...... siapa itu Ben?"